AS Kuasai Ranking AI Global, Indonesia Belum Masuk 36 Besar

AS Kuasai Ranking AI Global, Indonesia Belum Masuk 36 Besar
Amerika Serikat mengukuhkan dominasi mutlak dalam ekosistem kecerdasan buatan global menurut Global AI Vibrancy Tool 2024 dari Stanford HAI yang menganalisis 36 negara berdasarkan 42 indikator AI, menempatkan AS jauh di depan China di posisi kedua dengan keunggulan telak dalam investasi swasta ($67,2 miliar vs $7,8 miliar), model machine learning terkemuka (61 vs 15), dan riset AI yang bertanggung jawab, sementara Indonesia masih belum masuk dalam jajaran 36 negara teratas meskipun kawasan Asia Tenggara menunjukkan pertumbuhan adopsi AI yang pesat dengan Singapura di peringkat 10 dan India melompat ke posisi 4 sebagai kekuatan AI baru dari negara berkembang.
Dominasi AS yang Tak Tertandingi dalam Semua Pilar AI
Stanford Institute for Human-Centered AI (HAI) merilis Global AI Vibrancy Tool 2024 pada November 2024, alat pelacakan komprehensif yang mengukur kekuatan ekosistem AI nasional berdasarkan 8 pilar utama: research and development (R&D), responsible AI, economy, education, diversity, policy and governance, public opinion, dan infrastructure. Amerika Serikat memimpin dengan margin signifikan di hampir setiap pilar, menghasilkan riset AI berkualitas tertinggi, membangun model machine learning paling terkemuka, dan menghabiskan investasi swasta terbesar di dunia.
Dalam hal investasi swasta AI tahun 2023, AS menarik $67,2 miliar dibandingkan $7,8 miliar China, menunjukkan kesenjangan yang semakin melebar antara dua adidaya teknologi ini. AS juga menghasilkan 61 model machine learning terkemuka dibandingkan 15 model dari China, membuktikan superioritas dalam inovasi AI fundamental. Negara Paman Sam ini juga memimpin dalam publikasi riset responsible AI, aktivitas merger dan akuisisi AI terbanyak, lowongan pekerjaan AI tertinggi, dan startup AI yang baru didanai paling banyak.
Nestor Maslej, Project Manager AI Index, menjelaskan bahwa AI telah menjadi topik kepentingan nasional bagi negara-negara di seluruh dunia, dan narasi tentang negara mana yang memimpin dalam AI semakin menonjol. "Namun, data terbatas yang memberikan pandangan kuantitatif yang jelas tentang posisi sebenarnya negara-negara dalam AI. Di AI Index, kami ingin mengatasi kesenjangan ini dengan alat yang ketat yang dapat membantu pembuat kebijakan, pemimpin bisnis, dan publik mendasarkan narasi geopolitik AI ini pada fakta," ujarnya.
Global AI Vibrancy Tool dirancang untuk memberdayakan pembuat kebijakan, pemimpin industri, peneliti, dan publik dengan wawasan berbasis data yang dapat ditindaklanjuti tentang perkembangan AI nasional. Alat ini memungkinkan audiens menjelajahi temuan dengan cara yang paling relevan dengan tujuan mereka, mulai dari panduan strategis keputusan kebijakan hingga wawasan tentang tren pasar AI global.
China Tertinggal Jauh Meski Unggul di Paten AI
Meskipun China menempati posisi kedua dalam ranking global, kesenjangan dengan AS semakin melebar dalam beberapa tahun terakhir. Jika dulu keduanya dianggap kompetitor seimbang, kini AS dengan cepat menjauh meninggalkan China dalam hampir semua indikator kunci. Namun, China masih mempertahankan keunggulan signifikan dalam satu area: paten AI, di mana negara tersebut menghasilkan lebih banyak paten terkait AI dibandingkan AS.
China menunjukkan kekuatan substansial dalam pilar R&D, economy, dan infrastructure. Fokus negara ini pada pengembangan teknologi AI mutakhir dan peningkatan investasi R&D telah memposisikannya sebagai kekuatan AI utama. Namun, dalam hal daya tarik investasi swasta dan pengembangan model foundation yang inovatif, China masih tertinggal jauh dari AS, sebagian karena pembatasan ekspor teknologi canggih dari Washington termasuk chip AI paling canggih dari perusahaan seperti Nvidia.
United Kingdom berada di posisi ketiga dengan kekuatan khusus dalam pilar R&D, education, dan policy and governance. UK juga mengambil posisi kepemimpinan global dalam AI dengan menjadi tuan rumah AI safety summit pertama di dunia pada 2023. Performa kuat UK ini menunjukkan bahwa ukuran ekonomi bukan satu-satunya penentu keberhasilan ekosistem AI, tetapi juga kualitas riset, kebijakan yang mendukung, dan fokus pada pendidikan AI.
India membuat lompatan mengesankan ke posisi keempat dengan performa kuat dalam R&D dan peningkatan terbaru dalam pilar economy. Kehadiran India di top 5 menandai momen bersejarah bagi negara berkembang dalam perlombaan AI global, membuktikan bahwa dengan strategi yang tepat, negara dengan populasi besar dan talenta teknologi melimpah dapat bersaing dengan negara-negara maju.
Singapura Dominasi Asia Tenggara, Indonesia Belum Masuk Radar
United Arab Emirates mengamankan posisi kelima dengan skor tinggi pada pilar economy, hasil dari komitmen publik negara tersebut untuk menjadi pemimpin global dalam AI dengan investasi besar di institusi riset berkualitas seperti Technology Innovation Institute. Investasi strategis UAE menunjukkan bagaimana prioritas nasional yang jelas dan dukungan finansial kuat dapat dengan cepat meningkatkan posisi suatu negara dalam lanskap AI global.
Singapura berada di peringkat 10 dengan kekuatan dalam pilar economy, diversity, dan responsible AI. Negara kota ini telah menjadi pusat AI regional yang menarik $1,31 miliar dalam pendanaan AI swasta, menyumbang 55% dari semua investasi AI ke Asia Tenggara. Singapura adalah rumah bagi hampir 500 startup AI aktif dari hampir 700 di kawasan, mencerminkan konsentrasi ekosistem AI yang mengesankan.
Yang mengkhawatirkan, Indonesia sama sekali tidak masuk dalam daftar 36 negara yang dianalisis oleh Global AI Vibrancy Tool 2024. Ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki populasi besar dan ekonomi digital yang tumbuh pesat, ekosistem AI nasional masih belum cukup matang untuk bersaing di tingkat global. Ketiadaan Indonesia dalam ranking ini menjadi peringatan keras tentang perlunya akselerasi investasi, pengembangan talenta, dan kebijakan AI yang lebih komprehensif.
Negara-negara lain dalam top 10 adalah France (6), South Korea (7), Germany (8), dan Japan (9). Kehadiran beragam negara dari berbagai kawasan dalam top 10 menunjukkan bahwa perlombaan AI adalah kompetisi global sejati, bukan hanya persaingan antara AS dan China. Setiap negara membawa kekuatan unik mereka, dari kebijakan pemerintah yang kuat hingga ekosistem startup yang dinamis.
Implikasi bagi Indonesia dan Pengembang AI Lokal
Global AI Vibrancy Tool menggunakan 42 indikator AI-spesifik yang tersedia secara terbuka, termasuk publikasi jurnal AI, total investasi swasta AI, legislasi AI yang disahkan, dan dataset foundation model. Alat ini juga menawarkan fleksibilitas unik yang memungkinkan pengguna menyesuaikan bobot dan menetapkan nilai yang berbeda pada indikator, mengakui bahwa ada perspektif berbeda tentang apa yang mendefinisikan posisi AI suatu negara.
Vanessa Parli, Director of Research di Stanford HAI dan anggota AI Index Steering Committee, menyatakan harapannya bahwa alat ini akan meningkatkan perhatian pada pentingnya pelacakan data yang lebih baik dalam ekosistem AI. "Peluncuran Global AI Vibrancy Tool hanyalah awal. Kami optimis bahwa alat ini akan mendorong peningkatan dalam upaya pengumpulan data terkait AI. Bahkan, kami berharap alat ini dapat membuka pintu untuk kolaborasi baru berbasis data antara HAI dan negara-negara di seluruh dunia," jelasnya.
Bagi software developer AI dan pengembang aplikasi AI Indonesia, ketiadaan Indonesia dalam ranking ini seharusnya menjadi panggilan untuk bertindak. Ekosistem AI Indonesia perlu akselerasi dalam beberapa area kunci: meningkatkan investasi R&D AI baik dari pemerintah maupun swasta, mengembangkan program pendidikan AI yang lebih komprehensif, membangun infrastruktur komputasi AI berkualitas tinggi, dan menciptakan kebijakan yang mendukung inovasi AI tanpa menghambat pengembangan.
Tim di balik Global AI Vibrancy Tool juga berharap untuk terus mengembangkan dataset mereka dan merepresentasikan lebih banyak negara di versi mendatang. "Kami terus menambahkan data baru dan menambahkan negara baru seiring negara-negara membangun ekosistem AI mereka," kata Maslej. Ini membuka peluang bagi Indonesia untuk masuk dalam ranking di masa depan jika mampu memperkuat fondasi ekosistem AI nasional.
(Burung Hantu Infratek / Berbagai Sumber)
β οΈ Berita ini seluruhnya diriset, ditulis, dan dikembangkan dengan bantuan AI internal Burung Hantu Infratek. Mohon maaf apabila terdapat ketidakakuratan pada data aktual.
Berita Terkait Kompetisi AI Global
π°π· Korea Selatan Tantang AS dan China dalam Balapan AI Global
π¨π³ China Pertanyakan Strategi AS di Tengah Persaingan AI Global
πΈπ¦ Arab Saudi Ambisi Ekspor AI Global Senilai $100 Miliar
π Ekonomi Digital Asia Tenggara Capai $300 Miliar, Singapura Dominasi Investasi AI
Sumber dan Referensi
[1] The Global AI Index - Tortoise Media
[2] Global AI Power Rankings: Stanford HAI Tool Ranks 36 Countries in AI
[4] The Global AI Vibrancy Tool 2025
[5] The Global Artificial Intelligence Index 2024 - Tortoise Media
