Jensen Huang: 'Foolish' Mengabaikan Huawei, Market Share Nvidia di China Terjun dari 95% ke 0%

CEO Nvidia Jensen Huang membuat pernyataan mengejutkan pada 1 November 2025, menyebut "foolish to underestimate the might of China and the competitive spirit of Huawei" di tengah kejatuhan dramatis market share Nvidia di China dari 95% menjadi 0% akibat pembatasan ekspor AS. Pernyataan ini datang bersamaan dengan peluncuran Huawei CloudMatrix 384 yang menggunakan 384 chip Ascend 910C dengan klaim kecepatan 300 petaFLOPs, lebih dari dua kali output dari supercomputer GB200 NVL72 milik Nvidia. Situasi ini menandai titik balik signifikan dalam persaingan teknologi AI antara AS dan China, dimana kebijakan embargo malah mempercepat kemandirian chip China dan menciptakan dua ekosistem AI terpisah yang berkembang paralel.
Kejatuhan Dramatis: Market Share 95% ke 0% dalam Hitungan Bulan
Dalam wawancara di podcast BG2 bersama CEO OpenAI Sam Altman dan host Brad Gerstner dari Altimeter Capital, Jensen Huang mengungkap realitas yang mengejutkan, Nvidia kini memiliki pangsa pasar 0% di pasar AI accelerator China setelah sebelumnya menguasai 95%. Kejatuhan ini merupakan dampak langsung dari pembatasan ekspor AS yang memblokir penjualan chip AI Nvidia tercanggih ke China, termasuk seri H100, H200, dan yang terbaru Blackwell GB200.
Huang secara eksplisit menyatakan, "Currently, we have completely exited the Chinese market, with our market share falling from 95% to 0%." Ini adalah pertama kalinya Nvidia secara publik mengakui skala kehilangan yang mereka alami di pasar China. Pasar China untuk chip AI diproyeksikan mencapai $50 miliar pada tahun 2025 dan akan tumbuh jauh lebih besar pada akhir dekade, membuat kehilangan akses ini menjadi pukulan signifikan bagi proyeksi pertumbuhan jangka panjang Nvidia.
Presiden Donald Trump mengonfirmasi bahwa AS tidak akan mencabut pembatasan ekspor chip dalam waktu dekat. Dalam pernyataan kepada wartawan, Trump mengatakan "We're not talking about the Blackwell," mengindikasikan bahwa chip AI terbaru Nvidia tidak akan mendapat izin ekspor ke China. Pembatasan ini awalnya dimaksudkan untuk memperlambat pengembangan AI militer dan pengawasan China, tetapi malah memicu akselerasi pengembangan chip domestik.
Untuk software developer AI dan pengembang aplikasi AI, situasi ini menciptakan fragmentasi ekosistem global. Pengembang di China kini harus membangun aplikasi menggunakan Huawei Ascend atau chip domestik lainnya dengan alat dan kerangka kerja yang berbeda dari ekosistem CUDA Nvidia yang dominan secara global. Ini menciptakan jalur teknologi yang berbeda yang akan memiliki implikasi jangka panjang untuk interoperabilitas dan kolaborasi dalam pengembangan AI.
Huawei CloudMatrix 384: Jawaban China untuk Nvidia GB200
Huawei Technologies merespons kekosongan yang ditinggalkan Nvidia dengan meluncurkan CloudMatrix 384, sistem kluster AI yang menggunakan 384 chip Ascend 910C mereka. Menurut spesifikasi resmi Huawei, sistem ini mampu mencapai kecepatan 300 petaFLOPs dalam komputasi BF16 (bfloat16), angka yang lebih dari dua kali lipat dari output Nvidia GB200 NVL72 yang mencapai sekitar 144 petaFLOPs. Angka ini menunjukkan bahwa China tidak hanya mengejar ketertinggalan, tetapi dalam beberapa metrik tertentu sudah menyalip.
Namun, ada pertukaran signifikan dalam desain CloudMatrix 384. Analisis dari SemiAnalysis mengungkap bahwa sistem Huawei mengonsumsi daya 3,9 kali lebih besar dibanding GB200 NVL72 untuk mencapai performa tersebut. Efisiensi energi per FLOP adalah 2,6 kali lebih rendah, menunjukkan bahwa Huawei memprioritaskan performa mentah daripada efisiensi daya. Strategi ini masuk akal dalam konteks China yang memiliki akses melimpah ke pembangkit listrik dan tidak menghadapi kendala yang sama dengan pusat data di negara lain.
Arsitektur CloudMatrix 384 menggunakan 100% koneksi optik tanpa tembaga, dengan 14 transceiver per chip yang menghubungkan 384 chip dalam satu rak menjadi sistem terpadu. Ini adalah inovasi rekayasa yang mengesankan di tingkat sistem, bukan hanya tingkat chip. Huawei berhasil membangun seluruh tumpukan dari chip, jaringan, optik, sampai lapisan perangkat lunak yang diperlukan untuk operasi beban kerja AI skala besar.
Jensen Huang sendiri mengakui kemampuan Huawei, menyatakan bahwa Huawei membangun "sistem luar biasa" dan memiliki kekuatan besar dalam 5G dan desain chip. Pernyataan ini mengejutkan mengingat Huawei adalah kompetitor langsung. Huang juga memperingatkan bahwa "melepaskan setengah dari developer dunia" bisa memperlambat inovasi dan membatasi jangkauan pasar dalam jangka panjang, mengindikasikan bahwa kepemimpinan Nvidia khawatir tentang dampak jangka panjang dari pemisahan teknologi antara AS dan China.
Dorongan Kemandirian Chip China dan Ekosistem Domestik
China menjadikan kemandirian chip sebagai prioritas nasional tertinggi. Pemerintah memberikan pendanaan masif kepada pembuat chip domestik, dan hasilnya mulai terlihat. Analis memproyeksikan bahwa pada akhir 2025, sekitar 40% dari chip server AI yang digunakan di China akan buatan domestik, naik drastis dari hampir 0% di tahun 2023. Gerakan ini dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada Nvidia dan pemasok AS lainnya.
Huawei memimpin dorongan ini, tetapi pemain lokal lain seperti Cambricon Technologies juga tumbuh pesat. Pendapatan Cambricon melonjak 43 kali lipat menjadi $404 juta pada semester pertama 2025 setelah memenangkan pesanan besar dari perusahaan lokal. Keuntungan ini menunjukkan bahwa kontrol ekspor AS justru memicu industri chip buatan dalam negeri alih-alih menghentikannya. Ironi dari situasi ini adalah kebijakan yang dimaksudkan untuk mempertahankan kepemimpinan teknologi AS malah mempercepat jalur China menuju kemandirian.
Perusahaan teknologi China juga beradaptasi dengan mengoptimalkan sistem AI mereka untuk efisiensi. Alibaba Group mengembangkan sistem AI yang menggunakan hingga 82% lebih sedikit GPU untuk melatih model dengan kualitas yang sebanding. Inovasi ini menunjukkan bahwa ketika akses ke perangkat keras terbaik dibatasi, perusahaan China merespons dengan optimasi perangkat lunak dan inovasi arsitektur yang pada akhirnya bisa membuat mereka kurang bergantung bahkan jika pembatasan dicabut.
Pengujian performa menunjukkan bahwa Huawei Ascend 910C memberikan sekitar 60% dari performa Nvidia H100 dalam tugas inferensi, menurut riset dari DeepSeek. Meskipun masih tertinggal, kesenjangan ini jauh lebih kecil dari yang diprediksi pengamat hanya setahun yang lalu. Dengan pengembangan berkelanjutan dan peningkatan proses manufaktur, kesenjangan ini diharapkan akan terus menyempit.
Implikasi Geopolitik dan Masa Depan Ekosistem AI Global
Situasi ini menciptakan dua ekosistem chip terpisah yang akan berkembang secara independen dalam beberapa tahun ke depan. Di satu sisi, AS dan sekutunya akan terus menggunakan chip Nvidia, AMD, dan Intel dengan ekosistem CUDA dan alat yang sudah mapan. Di sisi lain, China membangun ekosistem paralel sepenuhnya dengan Huawei Ascend, Cambricon, dan alternatif domestik dengan tumpukan perangkat lunak dan alat pengembangan mereka sendiri.
Huang memperingatkan bahwa kehilangan akses ke pasar China juga merugikan perusahaan AS karena banyak pengembang AI berbasis di China. China memiliki kumpulan talenta yang sangat besar dalam pengembangan AI, dan memotong mereka dari ekosistem global bisa membatasi kecepatan inovasi secara keseluruhan. Argumen ini beresonansi dengan beberapa pengamat industri yang khawatir bahwa pemisahan teknologi akan memperlambat kemajuan untuk semua pihak.
Untuk investor, posisi Nvidia tetap kuat secara global dengan dominasi di AS, Eropa, dan sebagian besar Asia kecuali China. Namun kehilangan pasar China menandai kesenjangan besar dalam potensi pertumbuhan masa depan. Target harga rata-rata analis NVDA adalah $237.14, menyiratkan kenaikan 17,11% dari harga saat ini, dengan rating konsensus Strong Buy. Pasar tampaknya percaya bahwa pertumbuhan di wilayah lain akan mengkompensasi kerugian China, setidaknya dalam jangka pendek hingga menengah.
Namun, gambaran jangka panjang lebih kompleks. Jika Huawei dan rekan-rekannya berhasil membangun sistem AI yang kompetitif tanpa komponen AS, ini pada akhirnya bisa menantang dominasi global Nvidia. Perusahaan China sudah mengekspor teknologi mereka ke negara berkembang melalui Belt and Road Initiative dan kemitraan lainnya. Seiring waktu, ini bisa menciptakan lingkup pengaruh teknologi alternatif yang bersaing dengan ekosistem yang dipimpin AS.
Untuk pengembang aplikasi AI di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, fragmentasi ini menciptakan pilihan. Apakah selaras dengan tumpukan teknologi AS yang lebih matang tetapi berpotensi tunduk pada pembatasan geopolitik, atau menjelajahi alternatif China yang kurang teruji tetapi berpotensi lebih mudah diakses dan hemat biaya? Banyak perusahaan melakukan lindung nilai dengan mengembangkan kompatibilitas untuk kedua ekosistem, mempersiapkan masa depan dimana kedua jalur teknologi paralel akan hidup berdampingan.
(Burung Hantu Infratek / Berbagai Sumber)
⚠️ Berita ini seluruhnya diriset, ditulis, dan dikembangkan oleh AI internal Burung Hantu Infratek. Mohon maaf apabila terdapat ketidakakuratan pada data aktual.
Berita Terkait Nvidia dan Chip War
💰 Trump Blokir Nvidia Blackwell ke China: Market Share Anjlok 95% Jadi 0%
💻 China Kembangkan Chip Analog 1000x Lebih Cepat
🤝 Microsoft Dapat 100.000 Chip Nvidia GB300
🇨🇳 China Larang Perusahaan Teknologi Beli Chip Nvidia
Sumber dan Referensi
[1] Nvidia's Jensen Huang Says Ignoring Huawei Is 'Foolish' - TipRanks
[2] Nvidia CEO Jensen Huang sends stern 'Huawei' warning - Times of India
[3] Huawei AI CloudMatrix 384 – China's Answer to Nvidia GB200 NVL72 - SemiAnalysis
[4] How China is challenging Nvidia's AI chip dominance - BBC
[5] Nvidia Has A Problem In China - Investor's Business Daily
